search blog

Selasa, 03 Agustus 2010

Iman dan Ilmu Pengetahuan

 Iman dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tanpa dilandasi iman yang mumpuni bisa mengarah pada penyalahgunaan iptek itu sendiri. Iptek akan liar dan hanya berorientasi pada ego atau kepuasan manusia. Iptek yang liar bisa menimbulkan korban jiwa (seperti perang dan bom atom), rusaknya lingkungan hidup, rusaknya etika hidup manusia sebagai mahluk mulia dan bermartabat (misalnya; kloning). Iptek yang tidak memiliki standar moral justru akan digunakan untuk mempermudah suatu tindakan kejahatan, misalnya; bom nuklir, teknologi pencurian data dan informasi, kejahatan perbankan, teknik aborsi, dll.

Dilihat dari perannya, memang ilmu pengetahuan telah banyak memberi sumbangan terhadap kepuasan jasmaniah manusia. Iptek telah membantu manusia dalam menemukan solusi atas berbagai kesulitan hidup jasmaniah manusia. Iptek telah membuat hidup manusia serba mudah dan praktis. Namun dari sudut kebutuhan jiwa, iptek ternyata tidak bisa memberi kepuasan. Justru di saat iptek mencapai puncaknya (era modernisme) muncul semangat baru dalam manusia, yaitu semangat yang disebabkan kehausan akan kebutuhan rohani.

Gerakan jaman baru (New Age Movement) sebagai gerakan spiritual abad ini mencoba menghidupkan kembali ajaran-ajaran spiritual  atau mistik kuno seperti yoga, I Ching, tarot, palmistry, sihir, tenaga dalam, dsb. Gerakan ini menekankan pada pengalaman transendental, pengilahian diri dan relativisme nilai-nilai dan arti "kebenaran". Ini merupakan gejala kehausan akan hal-hal rohani. Dimana secara sosiologis gerakan muncul sebagai respon budaya atas realitas mekanis kapitalisme global (era post modernisme).

Bahkan, para filsuf post modernisme menganggap modernisme gagal karena era itu justru menimbulkan terjadinya imperialisme, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi yang berlebihan, peperangan, dan penindasan. Kritik terhadap modernisme ini menandakan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara terpenuhinya kebutuhan fisik manusia dengan kebutuhan rohani, sekaligus menunjukkan bahwa eksistensi manusia tidak hanya dilihat dari terpenuhinya kebutuhan jasmani, namun terdapat kebutuhan yang sangat mendasar yaitu kebutuhan rohaniah.

Oleh karena itu, umat beriman yang sudah menyadari akan hal ini dituntut untuk bisa mengkaitkan prinsip-prinsip imannya terhadap kemajuan dan perkembangan iptek. Umat yang telah memiliki kebenaran tentu menjadikan kebenaran itu sebagai standard hidup. Demikian juga standard dalam pengembangan dan pemanfaatan iptek, seperti bidang kedokteran, ekonomi, komputer, teknologi informasi dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian, penggunaan dan pengembangan iptek itu tidak menyimpang, melainkan dapat mensejahterakan manusia, serta tetap menjaga harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang bermoral.

Selain itu, dari pesatnya perkembangan iptek akan muncul berbagai pertanyaan-pertanyaan atau gugatan yang mengarah pada eksistensi kebenaran Tuhan. Evolusionisme misalnya, suatu paham yang jelas menolak adanya proses penciptaan (Kitab Kejadian). Iman Kekristenan tentu harus siap menjawab tantangan yang muncul dari kemajuan pikiran manusia ini. Suara kebenaran itu harus bisa secara terus-menerus mengingatkan pelaku iptek agar penerapannya tidak salah arah.

Siswa

Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa
Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa

1. Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut;
2. Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah;
3. Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
4. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter;
5. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

Sementara itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :

1. Self esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri) siswa.
2. Creative approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.
3. Value clarification and moral development approach; guru mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan segenap potensi siswa menuju tercapainya self actualization, dalam situasi ini pengembangan intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, termasuk dalam hal etik dan moral.
4. Multiple talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa untuk membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5. Inquiry approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan potensi intelektualnya.
6. Pictorial riddle approach; guru mengembangkan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
7. Synetics approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.

Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya;
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
3. Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.