search blog

Kamis, 02 September 2010

HIKMAH PUASA

HIKMAH PUASA 
DALAM TINJAUAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN
Manusia merupakan makhluk yang tertinggi derajatnya, oleh karena itu manusia diutus oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk yang tertinggi yang membedakan antara manusia dengan makhluk Allah yang lain adalah manusia dikaruniai oleh Allah dengan akal sedangkan makhluk Allah yang lain tidak. Dengan akalnya ini manusia berusaha sejauh mungkin untuk mengupas rahasia-rahasia alam karena alam semesta ini diciptakan oleh Allah dan tak akan lepas dari tujuannya untuk memenuhi kebutuhan makhluknya. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam salah satu firman-Nya :
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini (langit dan bumi) dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka"
(QS. Ali Imran : 191)
Ayat inilah yang membuat orang mulai berpikir untuk mencari hikmah dan manfaat yang terkandung dalam setiap perintah maupun larangan Allah diantaranya adalah hikmah yang tersembunyi dari kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan yang diperintahkan oleh Allah khusus kepada orang-orang yang beriman. Hal ini seperti disebutkan di dalam firman Allah yaitu :
"Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa"
(QS. Al Baqarah : 183)
Sudah barang tentu hikmah puasa tersebut sangat banyak baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan umat (masyarakat) pada umumnya. Diantara hikmah-hikmah tersebut yang terpenting dan mampu dijangkau oleh akal pikiran manusia sampai saat ini antara lain :
a. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah)
Sudah menjadi kesepakatan para ahli medis, bahwa hampir semua penyakit bersumber pada makanan dan minuman yang mempengaruhi organ-organ pencernaan di dalam perut. Maka sudah sewajarnyalah jika dengan berpuasa organ-organ pencernaan di dalam perut yang selama ini terus bekerja mencerna dan mengolah makanan untuk sementara diistirahatkan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari selama satu bulan.
Dengan berpuasa ini maka ibarat mesin, organ-organ pencernaan tersebut diservis dan dibersihkan, sehingga setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan Insya Allah kita menjadi sehat baik secara jasmani maupun secara rohani. Hal ini memang sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim yaitu :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
"Berpuasalah maka kamu akan sehat"
(HR. Ibnu Suny dan Abu Nu’aim)
Juga dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
"Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa"
(HR. Ibnu Majah)
Dalam penelitian ilmiah, kebenaran hadis ini terbukti antara lain :
1. Fasten Institute (Lembaga Puasa) di Jerman menggunakan puasa untuk menyembuhkan penyakit yang sudah tidak dapat diobati lagi dengan penemuan-penemuan ilmiah dibidang kedokteran. Metode ini juga dikenal dengan istilah "diet" yang berarti menahan / berpantang untuk makanan-makanan tertentu.
2. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang berjudul "Al Islam wat Tibbul Hadits" menjelaskan bahwa puasa adalah obat dari bermacam-macam penyakit diantaranya kencing manis (diabetes), darah tinggi, ginjal, dsb.
3. Dr. Alexis Carel seorang dokter internasional dan pernah memperoleh penghargaan nobel dalam bidang kedokteran menegaskan bahwa dengan berpuasa dapat membersihkan pernafasan.
4. Mac Fadon seorang dokter bangsa Amerika sukses mengobati pasiennya dengan anjuran berpuasa setelah gagal menggunakan obat-obat ilmiah.
b. Membersihkan rohani dari sifat-sifat hewani menuju kepada sifat-sifat malaikat
Hal ini ditandai dengan kemampuan orang berpuasa untuk meninggalkan sifat-sifat hewani seperti makan, minum (di siang hari). Mampu menjaga panca indera dari perbuatan-perbuatan maksiat dan memusatkan pikiran dan perasaan untuk berzikir kepada Allah (Zikrullah). Hal ini merupakan manifestasi (perwujudan) dari sifat-sifat malaikat, sebab malaikat merupakan makhluk yang paling dekat dengan Allah, selalu berzikir kepada Allah, selalu bersih, dan doanya selalu diterima.
Dengan demikian maka wajarlah bagi orang yang berpuasa mendapatkan fasilitas dari Allah yaitu dipersamakan dengan malaikat. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Turmudzi yaitu :
"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka yaitu orang yang berpuasa sampai ia berbuka, kepala negara yang adil, dan orang yang teraniaya"(HR. Turmudzi).
Juga dalam hadits lain dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘As, Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya orang yang berpuasa diwaktu ia berbuka tersedia doa yang makbul"
(HR. Ibnu Majah)
Disamping itu hikmah yang terpenting dari berpuasa adalah diampuni dosanya oleh Allah SWT sehingga jiwanya menjadi bersih dan akan dimasukkan ke dalam surga oleh Allah SWT. Hal ini diperkuat dengan hadits Nabi yaitu :
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
"Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan perhitungannya (mengharapkan keridla’an Allah) maka diampunilah dosa-dosanya.
(HR. Bukhari)
Juga dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu :
Dari Sahl r.a dari Nabi SAW beliau bersabda :
"Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan Rayyan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga dari pintu itu. Tidak seorangpun masuk dari pintu itu selain mereka. (Mereka) dipanggil : Mana orang yang berpuasa ? Lalu mereka berdiri. Setelah mereka itu masuk, pintu segera dikunci, maka tidak seorangpun lagi yang dapat masuk"
(HR. Bukhari)
Dengan demikian maka dapatlah disimpulkan bahwa berpuasa membawa manfaat yang sangat besar bagi manusia baik sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial. Sehingga setelah seseorang selesai menjalankan ibadah puasa di Bulan Suci Ramadhan diharapkan ia menjadi bersih dan sehat baik jasmani maupun rohani dan kembali suci bagai bayi yang baru lahir

Tata Cara Wudhu

 Tata-Cara Berwudhu Menurut Al Qur’an dan Sunnah Nabi

Wudhu adalah menggunakan air yang suci dan mensucikan dengan cara yang khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki. Adapun sebab yang mewajibkan wudhu adalah hadats, yaitu apa saja yang mewajibkan wudhu atau mandi [terbagi menjadi dua macam, (hadats besar) yaitu segala yang mewajibkan mandi dan (hadats kecil) yaitu semua yang mewajibkan wudhu]. Adapun dalil_wajibnya_wudhu_adalah_firman_Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” (Q.S. Al-Maidah:6)

Adapun dalil tata cara wudhu secara sempurna adalah hadist riwayat Abdullah bin Zaid tentang tata_cara_wudhu_(terdapat_lafal):
“Kemudian Rasulullah memasukkan tangannya, kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dengan satu tangan sebanyak tiga kali.” (Mutafaq ‘alaih).
-Dan dari Humran bahwa Utsman pernah meminta dibawakan air wudhu, maka ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, …kemudian membasuh tangan kanannya sampai ke siku tiga kali, kemudian tangan kirinya seperti itu pula, kemudian mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki kirinya seperti itu pula, kemudian berkata, “Aku melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini. (Mutafaq alaih).
Dan dari Abdullah bin Zaid bin Ashim dalam tatacara wudhu, ia berkata,
“Dan Rasulullah mengusap kepalanya, menyapukannya ke belakang dan ke depan.” (Mutafaq alaih).
Dan lafal yang lain,
“(Beliau) memulai dari bagian depan kepalanya  sampai  ke tengkuk, kemudian menariknya lagi ke bagian depan tempat semula memulai.”
Dan dalam riwayat Ibnu Amr tentang  tata  cara  berwudhu, katanya, “Kemudian   ( Rasulullah ) mengusap kepalanya, dan memasukkan dua jari telunjuknya ke masing-masing telinganya, dan mengusapkan kedua jari jempolnya ke permukaan daun telinganya.” (H.R . Abu Dawud, Nasa`i dan disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
 Takaran air dalam berwudhu adalah satu mud (Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut ukuran orang Hijaz dan 2 liter menurut ukuran orang Irak. (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Adapun untuk mandi sebanyak satu sha’ sampai lima mud. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Anas, katanya, “Adalah Rasulullah ketika berwudhu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran sebanyak) satu sha’ sampai lima mud.” ) (H.R. Muttafaq alaih
A.   Tata cara wudhu yang diajarkan Rosululloh adalah sebagai berikut:
1.     Apabila seorang muslim mau berwudhu atau mandi (wajib / junub), maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya. Niat yang dimaksud dalam berwudhu dan mandi (wajib) adalah niat untuk menghilangkan hadats atau untuk menjadikan boleh suatu perbuatan yang diwajibkan bersuci, oleh karenanya amalan-amalan yang dilakukan tanpa niat tidak diterima. Dalilnya_adalah_firman_Allah:
“Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan agar beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah:5).
Dan_hadits_dari_Umar_bin_al-Khaththab,_bahwa_Rasulullah_bersabda,
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”.
Kemudian membaca Basmalah :
( Bismillaah) بِسْمِ اللهِ
sebab Rasulullah  bersabda:
“Tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Al-Irwa’ (81).  
 Dan apabila ia lupa, maka dia bisa membacanya tatkala dia ingat ketika masih berwudhu, namun apabila dia ingat tatkala selesai berwudhu maka tidaklah mengapa dia tidak membaca basmalah. Adapun dalil gugurnya kewajiban mengucapkan basmalah kalau lupa atau tidak tahu adalah_hadits:
“Dimaafkan untuk umatku, kesalahan dan kelupaan.”
2.     Kemudian mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali . (Lihat Gambar. 1).
 
3.     Mengambil air dengan telapak tangan kanannya sambil sebagian dimasukkan kedalam mulut ( madhmadhoh ) dan sebagian dimasukkan / di hirup ke dalam hidung ( istinsyaq )  kemudian membuangnya dengan bantuan tangan kirinya ( istintsar ). Tatkala air masih di dalam mulut maka di usahakan air tersebut dikumur-kumur ( Bhs jawa : kemu ), begitu juga dengan yang ada di dalam hidung sehingga kotorannya dapat keluar. (Lihat Gambar.2).
  
4.     Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dengan kuat, kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya, karena dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah bersabda:
“Keraskanlah di dalam menghirup air dengan hidung, kecuali jika kamu sedang berpuasa”. ( Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Albani dalam shahih Abu Dawud (629))
5.      Lalu mencuci muka sebanyak tiga kali. Batas muka adalah dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu (Gambar 3b), dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. (Gambar. 3a).
 
6.     Dan jika rambut yang ada pada muka tipis, maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja, namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yang tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu. (Riwayat Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa (92)) (Lihat Gambar. 4)
7.     Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku sebanyak tiga kali, karena Allah berfirman :
dan kedua tanganmu hingga siku”. (Surah Al-Ma’idah : 6).
Cara mencuci tangan adalah dimulai dengan mencuci tangan kanan sampai siku sebanyak tiga kali baru mencuci tangan kiri sampai siku sebanyak tiga kali. ( Lihat Gambar 5).
8.     Kemudian mengusap kepala ( bedakan dengan mencuci / membasuh ) beserta kedua telinga satu kali, dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. (Lihat Gambar. 6).

9.     Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dengan air yang tersisa pada tangannya. Cara mengusap telinga adalah dengan memasukkan jari telunjuk pada lubang telinga sedang ibu jari mengusap bagian luar daun telinga. Perbuatan ini dilakukan sebanyak satu kali saja. (Lihat Gambar. 7).

10.  Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki sebanyak tiga kali, karena Allah berfirman:
 “dan kedua kakimu hingga dua mata kaki”. (Surah Al-Ma’idah : 6).
Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yang ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dengan kaki. Cara mencuci kaki adalah dimulai dari kaki kanan dulu sebanyak tiga kali baru kaki kiri sebanyak tiga kali. (Lihat Gambar. 8).
  
11.  Orang yang tangan atau kakinya terpotong, maka ia mencuci bagian yang tersisa yang wajib dicuci. (Lihat Gambar. 9). Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.

12.  Setelah selesai berwudhu mengucapkan do’a sebagaimana yang diajarkan Nabi berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Umar, katanya, “Berkata Rasulullah, ‘Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan meyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Asyhadu allaa ilaaha illallooh wahdahulaa syariikalah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh
“Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah”.
Melainkan dibukakan untuknya delapan pintu syurga, ia dapat masuk dari mana saja yang ia kehendaki”(H.R. Muslim).
Boleh ditambah dengan :
 اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
Allohummaj ‘alnii minattawwaabiina waj’alnii minal mutathohhiriin
 “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang bertobat dan jadikanlah aku sebagai bagian dari orang-orang yang bersuci”.( dalam riwayat At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al Irwa (96) )
13.  Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan, tidak menunda pencucian salah satunya hingga yang sebelumnya kering.
14.  Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.

Rabu, 25 Agustus 2010

AKHLAQ

DEFINISI AKHLAQ ISLAMI
Akhlaq adalah ciri khas seorang muslim yang membedakan dirinya dengan yang lain. Akhlaq Islam yang tinggi dan mulia akan menjadikan generasi yang terbaik dalam peradaban manusia. Sehingga setiap muslim hendaknya menyadari ada perbedaan antara akhlaq dirinya dengan orang lain yang bukan muslim karena salah satu tugas Rasul di muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia (QS.2:111, 68:4, 33:21).
Akhlaq pula yang mengidentifikasikan manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan binatang (QS.7:179) sehingga manusia yang dalam dirinya tidak terdapat akhlaq yang selayaknya dimiliki oleh manusia, maka ia bisa lebih kejam dari binatang.
Akhlaq yang baik adalah cerminan baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya akhlaq merupakan indikasi buruknya pemahaman seseorang terhadap aqidah dan syariah . Akhlaq juga merupakan buah dari ibadah (QS.29:45, 2:197).
“Paling sempurna orang mukmin imannya adalah yang paling luhur aqidahnya.” (H.R.Tirmidzi)
“Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun bukan dari Islam dan sesungguhnya sebaik-baik keislaman manusia adalah yang paling baik akhlaqnya.” (H.R.Thabrani, Ahmad dan Abu Ya’la)
“Tidak ada yang lebih bea timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaqnya.” (H.R.Tirmidzi)
“Seburuk-buruk umatku adalah orang yang banyak omong, bermulut besar dan berlagak pandai. Dan sebaik-baik umatku adalah mereka yang paling baik akhlaqnya.” (H.R. Bukhari)

Ciri Pribadi Muslim Bertaqwa sebagai Realisasi Akhlaq yang sempurna
1. Mencintai Alloh diatas segala kecintaan dan menjadikan cinta ini sebagai dasar untuk mencintai yang lain seperti Rasulullah, orang tua, dsb (QS.9:24)
2. Takut akan kemurkaan Alloh
3. Senantiasa mengharap Ridho Alloh SWT
4. Senantiasa merasa disertai Alloh dimanapun kita berada
5. Senantiasa mendekatkan diri kepada Alloh dalam berbagai keadaan

Permasalahan mengenai interaksi antara lawan jenis kadangkala menjadi hal yang dilematis terkait dengan relitas di lapangan. Maka dari itu, setiap tentor harus bijak dalam menjelaskan permaslahan ini, jangan sampai peserta mentoring merasa tertekan dan sebagainya. Bangun motivasi mereka untuk melakukan hal ini. Jelaskasn bahwa ketika kita mengaku sebagai seorang muslim dan mnyetakan diri kita sebagai orang yang beriman, maka mau tidak mau, konsekuensinya, kita harus melakukan aturan islam secara kaffah/sempurna. Tidak mengambil yang enaknya saja, dan meninggalkan yang lain.
Jelaskan pula bahwa permasalahan-permasalahan yang ada sebenarnya ujian dari Alloh untuk menguji keistiqomahan keimanan kita kepada Alloh. Dan selama kita bisa menjaga prinsip yang kita miliki yang sesuai dengan Islam, Insya Alloh, Allo0h akan memberi balasan yang besar kepada kita.

Cara Mencapai Akhlaq Mulia
1. Menjadikan iman sebagai pondasi dan sumber
Iman artinya percaya yaitu percaya bahwa Alloh selalu melihat segala perbuatan manusia. Bila melakukan perbuatan baik, balasannya akan menyenangkan. Bila perbuatan jahat maka balasan pedih siap menanti. Hal ini akan melibatkan iman kepada hari akhir. Akhlaq yang baik akan dibalas dengan surga dan kenikmatan (QS.55:12-37). Begitu pula dengan akhlaq yang buruk akan disiksa di neraka (QS. 22:19-22).

2. Pendekatan secara langsung
Artinya melalui Al-Qur’an. Sebagai seorang muslim harus menerima Al-Qur’an secara mutlak dan menyeluruh. Jadi, apa pun yang tertera di dalamnya wajib diikuti. Misalnya, Al-Qur’an melarang untuk saling berburuk sangka (QS.49:12), menyuruh memenuhi janji (QS.23:18),dsb

3. Pendekatan tidak secara langsung
Yaitu dengan upaya mempelajari pengalaman masa lalu, yakni agar kejadian-kejadian malapetaka yang telah terjadi tak akan terulangi lagi di masa kini dan yang akan datang.

Dari hal di atas, intinya adalah latihan dan kesungguhan. Latihan artinya berusaha mengulang-ulang perbuatan yang akan dijadikan kebiasaan. Kemudian bersungguh-sungguh berkaitan dengan motivasi. Motivasi yang terbaik dan paling potensial adalah karena ingin memenuhi perintah Alloh dan siksa-Nya.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Rahasia Puasa

RAHASIA PUASA
Sebagai muslim yg sejati kedatangan dan kehadiran Ramadhan yg mulia pada tahun ini merupakan sesuatu yg amat membahagiakan kita. Betapa tidak dgn menunaikan ibadah Ramadhan amat banyak keuntungan yg akan kita peroleh baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk membuka tabir rahasia puasa sebagai salah satu bagian terpenting dari ibadah Ramadhan.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitabnya al-Ibadah Fil Islam mengungkapkan ada lima rahasia puasa yg bisa kita buka utk selanjutnya bisa kita rasakan keni’matannya dalam ibadah Ramadhan. Menguatkan Jiwa Dalam hidup tak sedikit kita dapati manusia yg didominasi oleh hawa nafsunya lalu manusia itu menuruti apa pun yg menjadi keinginannya meskipun keinginan itu merupakan sesuatu yg bathil dan mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya di dalam Islam ada perintah utk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha utk bisa mengendalikannya bukan membunuh nafsu yg membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yg bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan malapetaka besar akan terjadi krn manusia yg kalah dalam perang melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah SWT sebagai Tuhan yg benar kepada hawa nafsu yg cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan.
Allah memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya yg artinya “Maka pernahkah kamu melihat orang yg menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.” . Dengan ibadah puasa maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yg membuat jiwanya menjadi kuat bahkan dgn demikian manusia akan memperoleh derajat yg tinggi seperti layaknya malaikat yg suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala doanya dikabulkan oleh Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda yg artinya “Ada tiga golongan orang yg tidak ditolak doa mereka orang yg berpuasa hingga berbuka pemimpin yg adil dan doa orang yg dizalimi.” . Mendidik Kemauan Puasa mendidik seseorang utk memiliki kemauan yg sungguh-sungguh dalam kebaikan meskipun utk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa yg baik akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya yg baik meskipun peluang utk menyimpang begitu besar. Karena itu Rasulullah saw menyatakan bahwa puasa itu setengah dari kesabaran. Dalam kaitan ini maka puasa akan membuat kekuatan rohani seorang muslim semakin prima.
Kekuatan rohani yg prima akan membuat seseorang tidak akan lupa diri meskipun telah mencapai keberhasilan atau keni’matan duniawi yg sangat besar dan kekuatan rohani juga akan membuat seorang muslim tidak akan berputus asa meskipun penderitaan yg dialami sangat sulit. Menyehatkan Badan Disamping kesehatan dan kekuatan rohani puasa yg baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah saw tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yg membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yg masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan apalagi di dalam Islam isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga sepertiga utk makanan sepertiga utk air dan sepertiga utk udara.
Mengenal Nilai Keni’matan Dalam hidup ini sebenarnya sudah begitu banyak keni’matan yg Allah berikan kepada manusia tapi banyak pula manusia yg tidak pandai mensyukurinya. Dapat satu tidak terasa ni’mat krn menginginkan dua dapat dua tidak terasa ni’mat krn menginginkan tiga dan begitulah seterusnya. Padahal kalau manusia mau memperhatikan dan merenungi apa yg diperolehnya sebenarnya sudah sangat menyenangkan krn begitu banyak orang yg memperoleh sesuatu tidak lbh banyak atau tidak lbh mudah dari apa yg kita peroleh. Maka dgn puasa manusia bukan hanya disuruh memperhatikan dan merenungi tentang keni’matan yg sudah diperolehnya tetapi juga disuruh merasaakan langsung betapa besar sebenarnya ni’mat yg Allah berikan kepada kita. Hal ini krn baru beberapa jam saja kita tidak makan dan minum sudah terasa betul penderitaan yg kita alami dan pada saat kita berbuka puasa terasa betul besarnya ni’mat dari Allah meskipun hanya berupa sebiji kurma atau seteguk air.
Di sinilah letak pentingnya ibadah puasa guna mendidik kita utk menyadari tinggi nilai keni’matan yg Allah berikan agar kita selanjutnya menjadi orang yg pandai bersyukur dan tidak mengecilkan arti keni’matan dari Allah meskipun dari segi jumlah memang sedikit dan kecil. Rasa syukur memang akan membuat ni’mat itu bertambah banyak baik dari segi jumlah atau paling tidak dari segi rasanya Allah berfirman yg artinya “Dan tatkala Tuhanmu memaklumkan ?Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasati Kami akan menambah kepadamu dan jika kamu mengingkari maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” .
Mengingat dan Merasakan Penderitaan Orang Lain Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yg dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yg kita rasakan akan segera berakhir hanya dgn beberapa jam sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yg mengalami penderitaan yg hingga kini masih belum teratasi seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yg terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya Kosovo Irak Palestina dan sebagainya. Oleh krn itu sebagai simbol dari rasa solidaritas itu sebelum Ramadhan berakhir kita diwajibkan utk menunaikan zakat agar dgn demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yg menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yg miskin dan menderita tetapi juga bagi kita yg mengeluarkannya agar dgn demikian hilang kekotoran jiwa kita yg berkaitan dgn harta seperti gila harta kikir dan sebagainya.
Allah berfirman yg artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dgn zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah utk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” . Maasyiral muslimin rahimakumullah!Karena rahasia puasa merupakan sesuatu yg amat penting bagi kita sudah sepantasnyalah kalau kita harus menyambut kedatangan Ramadhan tahun ini dgn penuh rasa gembira sehingga kegembiraan kita ini akan membuat kita bisa melaksanakan ibadah Ramadhan dgn ringan meskipun sebenarnya ibadah Ramadhan itu berat.
Kegembiraan kita terhadap datangnya bulan Ramadhan harus kita tunjukkan dgn berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan Ramadhan tahun sebagai momentum utk mentarbiyyah diri keluarga dan masyarakat ke arah pengokohan atau pemantapan takwa kepada Allah SWT sesuatu yg memang amat kita perlukan bagi upaya meraih keberkahan dari Allah SWT bagi bangsa kita yg hingga kini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar.

Aqidah Islamiyah

AQIDAH ISLAMIYAH
Pendahuluan Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting utk dipelajarinya. Ilmu yg paling penting adl ilmu yg mengenalkan kita kepada Allah SWT Sang Pencipta. Sehingga orang yg tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yg lbh bodoh daripada orang yg tidak mengenal yg menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dgn seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dgn makhluk / ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dgn mengutus para Rasul-Nya . Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 } agar mereka berjalan sesuai dgn kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yg dibawa oleh Sang Rasul. Namun ada yg menerima disebut mu’min ada pula yg menolaknya disebut kafir serta ada yg ragu-ragu disebut Munafik yg merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini krn aqidah adl landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak bagian yg harus direhabilitisi adl kepalanya lbh dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yg mengikat. Pada keyakinan manusia adl suatu keyakinan yg mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syara’ yaitu keimanan kepada Allah Malaikat-malaikat Kitab-kitab Para Rasul Hari Akherat dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dgn cara-cara perbuatan . Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat puasa zakat dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yg pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua pertama Ikhlas krn Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yg benar. Kedua Mengerjakan ibadahnya sesuai dgn petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yg memenuhi satu syarat saja umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas krn faktor manusia umpamanya maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yg terkandung dalam Al-Qur’an surah Al-Kahfi 110 yg artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dgn Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yg shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
Perkembangan Aqidah Pada masa Rasulullah SAW aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri krn masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham kalaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yg artinya berbunyi “Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur’an”
Bahaya Penyimpangan Pada Aqidah Penyimpangan pada aqidah yg dialami oleh seseorang berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yg tidak berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa arah yg jelas dan penuh dgn keraguan dan menjadi pribadi yg sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya
    Tidak menguasainya pemahaman aqidah yg benar krn kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yg benar.
    Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena itu dia menolak aqidah yg benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yg keberatan menerima aqidah yg dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-Baqarah 170 yg artinya “Dan apabila dikatakan kepada mereka “Ikutlah apa yg telah diturunkan Allah” mereka menjawab ” tetapi kami hanya mengikuti apa yg telah kami dapati dari nenek moyang kami.” walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk.”
    Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yg dihormati tanpa melalui seleksi yg tepat sesuai dgn argumen Al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat maka ia ikut tersesat.
    Berlebihan dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang sholeh yg sudah meninggal dunia sehingga menempatkan mereka setara dgn Tuhan atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu krn menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia dgn Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta bernadzar dan berbagai ibadah yg seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yg artinya “Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan} Wadd dan jangan pula Suwa’ Yaghuts Ya’uq dan Nasr.”
    Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yg materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yg telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
Pendidikan di dalam rumah tangga banyak yg tidak berdasar ajaran Islam sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yg artinya “Setiap anak terlahirkan berdasarkan fithrahnya maka kedua orang tuanya yg meyahudikannya menashranikannya atau memajusikannya” . Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua maka anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi yg menyimpang lingkungannya dan lain sebagainya.
 

Sabtu, 07 Agustus 2010

Agama Islam

     Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam.
     Di dalam Shahih Muslim terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda yang artinya, “Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangannya. Tidaklah ada seorang manusia dari umat ini yang mendengar kenabianku, baik yang beragama Yahudi maupun Nasrani lantas dia meninggal dalam keadaan tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa melainkan dia pasti termasuk salah seorang penghuni neraka.”
    Hakikat beriman kepada Nabi adalah dengan cara membenarkan apa yang beliau bawa dengan disertai sikap menerima dan patuh, bukan sekedar pembenaran saja. Oleh sebab itulah maka Abu Thalib tidak bisa dianggap sebagai orang yang beriman terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun dia membenarkan ajaran yang beliau bawa, bahkan dia berani bersaksi bahwasanya Islam adalah agama yang terbaik.
    Agama Islam ini telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan oleh agama-agama sebelumnya. Agama Islam yang beliau bawa ini lebih istimewa dibandingkan agama-agama terdahulu karena Islam adalah ajaran yang bisa diterapkan di setiap masa, di setiap tempat dan di masyarakat manapun.
Allah ta’ala berfirman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً

“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab dengan benar sebagai pembenar kitab-kitab yang terdahulu serta batu ujian atasnya.” (QS. Al Maa’idah: 48)

   Maksud dari pernyataan Islam itu cocok diterapkan di setiap masa, tempat dan masyarakat adalah dengan berpegang teguh dengannya tidak akan pernah bertentangan dengan kebaikan umat tersebut di masa kapan pun dan di tempat manapun. Bahkan dengan Islamlah keadaan umat itu akan menjadi baik. Akan tetapi bukanlah yang dimaksud dengan pernyataan Islam itu cocok bagi setiap masa, tempat dan masyarakat adalah Islam tunduk kepada kemauan setiap masa, tempat dan masyarakat, sebagaimana yang diinginkan oleh sebagian orang.
    Agama Islam adalah agama yang benar. Sebuah agama yang telah mendapatkan jaminan pertolongan dan kemenangan dari Allah ta’ala bagi siapa saja yang berpegang teguh dengannya dengan sebenar-benarnya.
Agama Islam adalah ajaran yang mencakup akidah/keyakinan dan syariat/hukum. Islam adalah ajaran yang sempurna, baik ditinjau dari sisi aqidah maupun syariat-syariat yang diajarkannya:
  1. Islam memerintahkan untuk menauhidkan Allah ta’ala dan melarang kesyirikan.
  2. Islam memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang dusta.
  3. Islam memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang aniaya.
  4. Islam memerintahkan untuk menunaikan amanat dan melarang berkhianat.
  5. Islam memerintahkan untuk menepati janji dan melarang pelanggaran janji.
  6. Islam memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua dan melarang perbuatan durhaka kepada mereka.
  7. Islam memerintahkan untuk menjalin silaturahim (hubungan kekerabatan yang terputus) dengan sanak famili dan Islam melarang perbuatan memutuskan silaturahim.
  8. Islam memerintahkan untuk berhubungan baik dengan tetangga dan melarang bersikap buruk kepada mereka.
Secara umum dapat dikatakan bahwasanya Islam memerintahkan semua akhlak yang mulia dan melarang akhlak yang rendah dan hina. Islam memerintahkan segala macam amal salih dan melarang segala amal yang jelek. Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil, ihsan dan memberikan nafkah kepada sanak kerabat. Dan Allah melarang semua bentuk perbuatan keji dan mungkar, serta tindakan melanggar batas. Allah mengingatkan kalian agar kalian mau mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)

Selasa, 03 Agustus 2010

Iman dan Ilmu Pengetahuan

 Iman dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tanpa dilandasi iman yang mumpuni bisa mengarah pada penyalahgunaan iptek itu sendiri. Iptek akan liar dan hanya berorientasi pada ego atau kepuasan manusia. Iptek yang liar bisa menimbulkan korban jiwa (seperti perang dan bom atom), rusaknya lingkungan hidup, rusaknya etika hidup manusia sebagai mahluk mulia dan bermartabat (misalnya; kloning). Iptek yang tidak memiliki standar moral justru akan digunakan untuk mempermudah suatu tindakan kejahatan, misalnya; bom nuklir, teknologi pencurian data dan informasi, kejahatan perbankan, teknik aborsi, dll.

Dilihat dari perannya, memang ilmu pengetahuan telah banyak memberi sumbangan terhadap kepuasan jasmaniah manusia. Iptek telah membantu manusia dalam menemukan solusi atas berbagai kesulitan hidup jasmaniah manusia. Iptek telah membuat hidup manusia serba mudah dan praktis. Namun dari sudut kebutuhan jiwa, iptek ternyata tidak bisa memberi kepuasan. Justru di saat iptek mencapai puncaknya (era modernisme) muncul semangat baru dalam manusia, yaitu semangat yang disebabkan kehausan akan kebutuhan rohani.

Gerakan jaman baru (New Age Movement) sebagai gerakan spiritual abad ini mencoba menghidupkan kembali ajaran-ajaran spiritual  atau mistik kuno seperti yoga, I Ching, tarot, palmistry, sihir, tenaga dalam, dsb. Gerakan ini menekankan pada pengalaman transendental, pengilahian diri dan relativisme nilai-nilai dan arti "kebenaran". Ini merupakan gejala kehausan akan hal-hal rohani. Dimana secara sosiologis gerakan muncul sebagai respon budaya atas realitas mekanis kapitalisme global (era post modernisme).

Bahkan, para filsuf post modernisme menganggap modernisme gagal karena era itu justru menimbulkan terjadinya imperialisme, kerusakan lingkungan akibat eksploitasi dan eksplorasi yang berlebihan, peperangan, dan penindasan. Kritik terhadap modernisme ini menandakan bahwa terjadi ketidakseimbangan antara terpenuhinya kebutuhan fisik manusia dengan kebutuhan rohani, sekaligus menunjukkan bahwa eksistensi manusia tidak hanya dilihat dari terpenuhinya kebutuhan jasmani, namun terdapat kebutuhan yang sangat mendasar yaitu kebutuhan rohaniah.

Oleh karena itu, umat beriman yang sudah menyadari akan hal ini dituntut untuk bisa mengkaitkan prinsip-prinsip imannya terhadap kemajuan dan perkembangan iptek. Umat yang telah memiliki kebenaran tentu menjadikan kebenaran itu sebagai standard hidup. Demikian juga standard dalam pengembangan dan pemanfaatan iptek, seperti bidang kedokteran, ekonomi, komputer, teknologi informasi dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan demikian, penggunaan dan pengembangan iptek itu tidak menyimpang, melainkan dapat mensejahterakan manusia, serta tetap menjaga harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang bermoral.

Selain itu, dari pesatnya perkembangan iptek akan muncul berbagai pertanyaan-pertanyaan atau gugatan yang mengarah pada eksistensi kebenaran Tuhan. Evolusionisme misalnya, suatu paham yang jelas menolak adanya proses penciptaan (Kitab Kejadian). Iman Kekristenan tentu harus siap menjawab tantangan yang muncul dari kemajuan pikiran manusia ini. Suara kebenaran itu harus bisa secara terus-menerus mengingatkan pelaku iptek agar penerapannya tidak salah arah.

Siswa

Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa
Dengan mengutip pemikiran Gibbs, E. Mulyasa (2003) mengemukakan hal-hal yang perlu dilakukan agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajarnya, adalah:
Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa

1. Dikembangkannya rasa percaya diri para siswa dan mengurangi rasa takut;
2. Memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas terarah;
3. Melibatkan siswa dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
4. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter;
5. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

Sementara itu, Widada (1994) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut :

1. Self esteem approach; guru memperhatikan pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri) siswa.
2. Creative approach; guru mengembangkan problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.
3. Value clarification and moral development approach; guru mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan holistik dan humanistik untuk mengembangkan segenap potensi siswa menuju tercapainya self actualization, dalam situasi ini pengembangan intelektual siswa akan mengiringi pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa, termasuk dalam hal etik dan moral.
4. Multiple talent approach; guru mengupayakan pengembangan seluruh potensi siswa untuk membangun self concept yang menunjang kesehatan mental.
5. Inquiry approach; guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah serta meningkatkan potensi intelektualnya.
6. Pictorial riddle approach; guru mengembangkan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa dalam diskusi kelompok kecil guna membantu meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif.
7. Synetics approach; guru lebih memusatkan perhatian pada kompetensi siswa untuk mengembangkan berbagai bentuk metaphor untuk membuka inteligensinya dan mengembangkan kreativitasnya. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan kegiatan yang tidak rasional, kemudian berkembang menuju penemuan dan pemecahan masalah secara rasional.

Sedangkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, menurut E. Mulyasa (2003) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa siswa akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya;
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. Siswa juga dilibatkan dalam penyusunan tersebut;
3. Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya;
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan;
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa;
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti : perbedaan kemampuan, latar belakang dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu;
7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.

Kamis, 29 Juli 2010

Syariah Islam

Syariah Islam Standar Pemanfaatan Iptek

Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.

Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3).

Sabda Rasulullah Saw:

“[i]Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim].

Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.

Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.

Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam.

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.

Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.

Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.

Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).

Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.

Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT:

“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]: 7).

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).

Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek

Inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw.

Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang dengan Aqidah Islam.

Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.

Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya (Al-Baghdadi, 1996: 12).

Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq [65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini (Lihat Al-Baghdadi, 2005: 113). Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib didasarkan pada ayat-ayat tertentu.

Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits. Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001). Firman Allah SWT:

“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]: 7).

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).

Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.

Imtaq dan Iptek


Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian, apa yang dimaksud keseimbangan imtaq dan iptek? Sebenarnya kalau boleh dikatakan kalimat tersebut mengacu ke keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan keimanan. Ilmu pengetahuan umumnya diperoleh dari bangku sekolah dalam porsi yang relatif besar, sedangkan keimanan adalah hidayah. Kalau diperoleh dari hidayah artinya adalah tidak semua orang mendapatkannya karena hidayah Allah-lah yang menentukan.

Memang, ilmu dan keimanan sama-sama bisa dipelajari. Namun, jika ilmu bisa dipelajari dengan otak, keimanan tidak. Keimanan akarnya ada di hati. Nah, ini yang susah. Hati manusia sejatinya bukan miliknya, tetapi Allah-lah pemiliknya. Artinya, andaikata seseorang menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, belum tentu dia menguasai hatinya. Menguasai di sini dalam artian kita bisa mengendalikan sepenuhnya kapan harus cinta, kapan harus benci, kapan harus beriman, dan kapan tidak beriman.

Nah, pertanyaannya adalah memilih untuk menjadi orang yang berilmu tetapi tidak beriman, atau orang yang beriman tanpa ilmu, atau orang yang beriman sekaligus berilmu? Tentu sebagian besar dari kita memilih opsi terakhir. Lantas, seperti apa peran ilmu dan iman dalam kehidupan kita? Seharusnya, keduanya kita gunakan untuk semakin mengenal Allah. Ilmu membuat kita mampu merasakan betapa luasnya pengetahuan Allah (dan betapa sempitnya pengetahuan kita) dan iman membuat kita semakin yakin kepada ke-Maha Besar-an-Nya. Jadi, keseimbangan di sini bukan dalam artian bahwa ilmu dan iman adalah dua hal yang terpisah, namun keduanya mutlak diperlukan oleh seorang muslim untuk menjadi muslim yang sebenar-benarnya.

Waktu Shubuh


Waktu Shubuh Ditinjau Dari Dalil Syar’i Dan Astronomi
Penentuan waktu shubuh diperlukan untuk penentuan awal shaum (puasa) dan shalat. Tentang waktu awal shaum disebutkan dalam Al-Quran, “… makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS 2:187). Sedangkan tentang awal waktu shubuh disebutkan di dalam hadits dari Abdullah bin Umar, “… dan waktu shalat shubuh sejak terbit fajar selama sebelum terbit matahari” (HR Muslim). Fajar yang bagaimana yang dimaksudkan tersebut? Hadits dari Jabir merincinya, “Fajar ada dua macam, pertama yang melarang makan, tetapi membolehkan shalat, yaitu yang terbit melintang di ufuk. Lainnya, fajar yang melarang shalat (shubuh), tetapi membolehkan makan, yaitu fajar seperti ekor srigala” (HR Hakim). Dalam fikih kita mengenalnya sebagai fajar shadiq (benar) dan fajar kidzib (palsu)

Lalu fajar shadiq seperti apakah yang dimaksud Rasulullah SAW? Dalam hadits dari Abu Mas’ud Al-Anshari disebutkan, “Rasulullah SAW shalat shubuh saat kelam pada akhir malam, kemudian pada kesempatan lain ketika hari mulai terang. Setelah itu shalat tetap dilakukan pada waktu gelap sampai beliau wafat, tidak pernah lagi pada waktu mulai terang.” (HR Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad yang shahih). Lebih lanjut hadits dari Aisyah, “Perempuan-perempuan mukmin ikut melakukan shalat fajar (shubuh) bersama Nabi SAW dengan menyelubungi badan mereka dengan kain. Setelah shalat mereka kembali ke rumah tanpa dikenal siapapun karena masih gelap.” (HR Jamaah).

Karena saat ini waktu-waktu shalat lebih banyak ditentukan berdasarkan jam, perlu diketahui kriteria astronomisnya yang menjelaskan fenomena fajar dalam dalil syar’i tersebut. Perlu penjelasan fenomena sesungguhnya fajar kidzib dan fajar shadiq. Kemudian perlu batasan kuantitatif yang dapat digunakan dalam formulasi perhitungan untuk diterjemahkan dalam rumus atau algoritma program komputer.

Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.

Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk.

Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18 derajat di bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12 derajat di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6 derajat.

Fajar apakah sebagai pembatas awal shaum dan shalat shubuh? Dari hadits Aisyah disebutkan bahwa saat para perempuan mukmin pulang dari shalat shubuh berjamaah bersama Nabi SAW, mereka tidak dikenali karena masih gelap. Jadi, fajar shadiq bukanlah fajar sipil karena saat fajar sipil sudah cukup terang. Juga bukan fajar nautika karena seusai shalat pun masih gelap. Kalau demikian, fajar shadiq adalah fajar astronomi, saat akhir malam.

Apakah posisi matahari 18 derajat mutlak untuk fajar astronomi? Definisi posisi matahari ditentukan berdasarkan kurva cahaya langit yang tentunya berdasarkan kondisi rata-rata atmosfer. Dalam kondisi tertentu sangat mungkin fajar sudah muncul sebelum posisi matahari 18 di bawah ufuk, misalnya saat tebal atmosfer bertambah ketika aktivitas matahari meningkat atau saat kondisi komposisi udara tertentu – antara lain kandungan debu yang tinggi – sehingga cahaya matahari mampu dihamburkan oleh lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Akibatnya, walau posisi matahari masih kurang dari 18 derajat di bawah ufuk, cahaya fajar sudah tampak.

Para ulama ahli hisab dahulu sudah merumuskan definisi fajar shadiq dengan kriteria beragam, berdasarkan pengamatan dahulu, berkisar sekitar 17 – 20 derajat. Karena penentuan kriteria fajar tersebut merupakan produk ijtihadiyah, perbedaan seperti itu dianggap wajar saja. Di Indonesia, ijtihad yang digunakan adalah posisi matahari 20 derajat di bawah ufuk, dengan landasan dalil syar’i dan astronomis yang dianggap kuat. Kriteria tersebut yang kini digunakan Departemen Agama RI untuk jadwal shalat yang beredar di masyarakat.

Aqidah


Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, kepada qadla dan qadar baik-buruk keduanya dari Allah. Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya seratus persen kebenaran/keyakinannya tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis. keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud malaikat dll). Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil sebenarnya tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti .
Suatu dalil untuk masalah iman, ada kalanya bersifat aqli dan atau naqli, tergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam jangkauan panca indra/aqal, maka dalil keimanannya bersifat aqli, tetapi jika tidak (yaitu di luar jangkauan panca indra), maka ia didasarkan pada dalil naqli. Hanya saja perlu diingat bahwa penentuan sumber suatu dalil naqli juga ditetapkan dengan jalan aqli. Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut dilakukan melalui penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dijadikan sebagai sumber dalil naqli. Oleh karena itu, semua dalil tentang aqidah pada dasarnya disandarkan pada metode aqliyah. Dalam hal ini, Imam Syafi’i berkata:

“Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan mencari dalil untuk ma’rifat kepada Allah Ta’ala. Arti berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan kalbu dalam kondisi orang yang berfikir tersebut dituntut untuk ma’rifat kepada Allah. Dengan cara seperti itu, ia bisa sampai kepada ma’rifat terhadap hal-hal yang ghaib dari pengamatannya dengan indra dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini seperti merupakan suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin.” (Lihat Fiqhul Akbar, Imam Syafi’i hal. 16)


Peranan Akal dalam Masalah Keimanan

Akal manusia mampu membuktikan keberadaan sesuatu hal yang berada di luar jangkauannya, jika ada sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk atas keberadaan hal tersebut, seperti perkataan seorang Baduy (orang awam) tatkala ditanyakan kepadanya “Dengan apa engkau mengenal Rabbmu?” Jawabnya : “Tahi onta itu menunjukkan adanya onta dan bekas tapak kaki menunjukkan pernah ada orang yang berjalan.”
Oleh karena itu, ayat-ayat Al Qur’an adalah bukti eksistensi Allah (tentang adanya Sang Pencipta) dengan cara mengajak manusia memperhatikan makhluk-makhluk-Nya. Sebab, kalau akal diajak untuk mencari Dzat-Nya, maka tentu saja akal tidak mampu menjangkaunya, seperti firman-Nya:

“Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang meyakini.” (Al-Jaatsiyat 3-4).

Karena keterbatasan akal dalam berfikir, Islam melarang manusia untuk berfikir langsung tentang Dzat Allah, karena Dzat Allah sudah berada diluar kemampuan akal untuk menjangkaunya. Selain itu juga karena manusia mempunyai kecenderungan (bila ia hanya menduga-duga tanpa memiliki acuan kepastian) menyerupakan Allah SWT dengan suatu makhluk. Dalam hal ini Rasulullah bersabda :

“Berfikirlah kamu tentang makhluk Allah tetapi jangan kamu fikirkan tentang Dzat Allah. Sebab, kamu tidak akan sanggup mengira- ngira tentang hakikatnya yang sebenarnya.” (HR. Abu Nu’im dalam Al-Hidayah, sifatnya marfu’, sanadnya dhoif tetapi isinya shoheh)

Akal manusia yang terbatas tidak akan mampu membuat khayalan tentang Dzat Allah yang sebenarnya; bagaimana Allah melihat, mendengar, berbicara, bersemayam di atas Arsy-Nya, dan seterusnya. Sebab, Dzat Allah bukanlah materi yang bisa diukur atau dianalisa. Ia tidak dapat dikiaskan dengan materi apapun, semisal manusia, makhluk aneh berkepala dua, bertangan sepuluh, dan sebagainya.
Kita hanya percaya dengan sifat-sifat Allah yang dikabarkan-Nya melalui Al-Wahyu. Apabila kita menghadapi suatu ayat/hadits yang menceritakan tentang menyerupakan Allah dengan makhluk, maka kita tidak boleh mencoba-coba membahas ayat-ayat/hadits tersebut dan menta’wilkannya sesuai dengan kemampuan akal kita. Ia lebih baik kita serahkan kepada Allah, karena ia memang berada di luar kemampuan akal. Itulah yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan ulama salaf. Imam Ibnul Qoyyim berkata:

“Para sahabat berbeda pendapat dalam beberapa masalah. Padahal mereka itu adalah ummat yang dijamin sempurna imannya. Tetapi alhamdulillah, mereka tidak pernah terlibat bertentangan faham satu sama lainnya dalam menghadapi asma Allah, perbuatan-perbuatan Allah, dan sifat-sifat-Nya. Mereka menetapkan apa yang diutarakan Al-Qur’an dengan suara bulat. Mereka tidak menta’wilkannya, juga tidak memalingkan pengertiannya.”(Lihat buku I’llamul Muwaaqi’in, jilid 1, halaman 5.)

Ketika kepada Imam Malik ditanyakan tentang makna “persemayaman-Nya” (istiwaa’), beliau lama tertunduk dan bahkan mengeluarkan keringat. Setelah itu Imam Malik mengangkat kepala lalu berkata :

“Persemayaman itu bukan sesuatu yang dapat diketahui. Juga kaifiyah (cara)nya bukanlah hal yang dapat difahamkan. Sedangkan mengimaninya adalah wajib, tetapi menanyakan hal tersebut adalah bid’ah/ salah.”(Lihat Fathul Baari, jilid XII, halaman 915).

Jalan ini pula yang ditempuh Asy-Syafi’i, Muhammad Abdul Hasan Asy-Syaibani, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain.

Kerusakan Aqidah Umat Islam Akibat Filsafat Yunani

Sebagian para ulama khalaf (ulama Mutaakhirin), terutama ahli ilmu kalam (Mutakallimin) tidak menjalani cara yang ditempuh oleh ulama salaf. Mereka tidak puas dengan cara berpikir demikian. Oleh karena itu, mereka lalu menta’wilkan suatu Al-Wahyu yang termasuk mutasyabihat (tidak dijelaskan rinci oleh Allah dan Rasul-Nya, a.l. tentang sifat dan perbuatan Allah SWT), sesuai dengan kehendak akal, padahal semua itu berada diluar kemampuan akal. Mereka menggunakan dalil aqli dengan dasar mantiqi/logika untuk membahas hal-hal seperti bergeraknya Allah, turunnya Allah ke langit, hubungan antara sifat dengan Dzat Allah, dan lain-lain.
Meskipun ulama khalaf menempuh jalan yang tidak sesuai dengan apa yang telah diturunkan Al-Quran, tetapi sebenarnya mereka masih tetap beriman kepada Islam dan tetap bertolak dari dalil-dalil syar’iy. Berbeda halnya dengan jalan yang ditempuh oleh kaum muslimin yang memandang filsafat Yunani sebagai tolak ukur/titik tolak aqidah. Mereka telah mencoba menggunakan akal untuk memecahkan persoalan yang pernah dialami oleh para filosof Yunani terdahulu, tanpa kembali pada ketentuan Al-Wahyu dan contoh dari Rasulullah SAW. Mulailah mereka melontarkan kembali masalah-masalah klasik, seperti wihdatul-wujud dll. Pendapat-pendapat mereka (ahli kalam dan filosof) inilah yang telah meragukan umat terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan masalah aqidah, bahkan berhasil pula menyesatkan dan mengeluarkan sebagian kaum muslimin dari Islam. Oleh karena itu aqidah Islam perlu dijauhkan dari ilmu mantik atau filsafat agar tidak membahayakan aqidah ummat. Sumber aqidah hanyalah Al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir. Metode yang digunakan adalah metode aqliyah (melalui pemahaman terhadap dalil aqli dan naqli) sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, jauh sebelum umat Islam bertemu dengan ahli filsafat (Yunani) dan ajaran-ajarannya.

Keutamaan Orang Berilmu


Keutamaan Orang yang Berilmu
Seringkali manusia melupakan segi etika atau moral dari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Secara moral adalah normal apabila lingkungan akan memberikan kepada manusia berbagai hal yang akan diketemukannya. bahkan manusia juga harus memberikan toleransi kepada kenyataan bahwa sewaktu-waktu dapat timbul malapetaka bagi kehidupan manusia. Jika manusia dapat berlaku adil dengan semua yang makhiuk hidup di alam ini, maka disini letak kebenaran norma moral yang baik, dimana manfaat yang dieroleh dari alam ini, harus juga memberikan manfaat kepada manusia lain. Manusia dan masyarakat mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan keadaan lingkungan. Manusia menyesuaikan pada hidupnya dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Karena perubahan lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Hal inilah yang melahirkan suatu kebiasaan, tradisi dan hukum yang tidak tertulis, yang kemudian mengatur pergaulan hidup masyarakat. Perilaku manusia merupakan pencerminan dari moral manusia yang dimilikinya. Citra manusia hanya mempunyai relevansi, jika dalam kehidupan bersama dalam kelompok masyarakat. Sebab dalam kehidupan berkelompok itulah terdapat sistem-sistem perlambang yang selanjutnya berfungsi sebagai sumber nilai. Cara manusia mewujudkan diri adalah hasil pilihannya sendiri. Oleh karena itu, apapun pilihannya, manusia sendiri yang bertanggung jawab.

Ilmu pengetahuan dalam sudut pandang filsafat adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Sedangkan ilmu pengetahuan dalam Al-
Qur’an adalah proses pencapaian segala sesuatu yang diketahui manusia
melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat dan obyeknya sehingga memperoleh kejelasan. Teknolgi adalah dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan yang berkarakteristik netral dan obyektif. Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia dengan segala prosesnya serta merupakan ekspresi jiwa seseorang. Hasil ekspresi jiwa tersebut berkembang menjadi bagian dari budaya manusia. Seni identik dengan keindahan, keindahan yang hakiki identik dengan kebenaran. Seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan budi.

Jika manusia berlaku adil dengan semua yang makhluk hidup di alam ini, maka disini letak kebenaran norma moral yang baik, dimana manfaat yang dieroleh dari alam ini, harus juga memberikan manfaat kepada manusia lain. Manusia menyesuaikan pada hidupnya dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Karena perubahan lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Dalam pandangan Islam, antara iman, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut Dienul Islam. Di dalam Dienul Islam terkandung tiga unsur
pokok yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak, dengan kata
lain iman, ilmu dan amal shaleh atau ikhsan. Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Fungsi utama manusia yaitu, abdun: ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan, dan khalifah: tanggungjawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Allah memberikan petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah. Manusia mendapat amanah dari Allah untuk memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan keseimbangannya untuk kepentingan umat manusia.